Solopos.com, SOLO — Panggung peragaan busana Solo Batik Fashion (SBF) keenam yang digelar di pelataran Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah, Jumat (5/9/2014) malam, dimonopoli desainer independen, rumah mode, dan industri fashion batik Kota Bengawan. Sesuai pengakuan panitia, event itu memang didominasi desainer lokal Soloraya.
Busana rancangan Agus Bridal, Andreas Haris, Joko SSP, Riani Batik, Ucok M. Sirait, Robin Karebet, Joko Widiarto, Owen Joe, Djongko Rahardjo, dan Batik Keris ditampilkan di malam pertama perhelatan bertema 24 Hours Style itu. Busana-busana itu diperagakan di pentas berlampion berwarna putih pelengkap dekorasi panggung berwarna senada.
Rancangan busana bertema kebaya mendominasi panggung peragaan busana hari pertama ajang gelar potensi dan kreasi fashion batik Kota Solo tersebut. Melalui busana-busana tersebut tampak para desainer berusaha keras membasuh klasik dan kuno, lalu mengubahnya dengan cita rasa global.
Pada karya-karya desainer Ucok M. Sirait yang dilabeli tajuk Mix Max misalnya, kain batik bermotif lereng dan parang disandingkan dengan kebaya berpotongan memeluk tubuh. Ucok juga mencoba kreatif mengolah material lain, seperti lurik, beledu, tule, hingga brokelat.
Satu dari delapan rancangan Ucok menampilkan kreasi gaun bustier dengan belahan tinggi di bagian kaki, yang memanfaatkan material tenun berwarna cokelat tua dan merah marun. Kain batik bermotif flora menjadi aksen ekor yang manis. Sebagai sentuhan akhir, sebuah kebaya brokelat panjang berwarna cokelat dan berhias payet, menjadi pelapis gaun kebaya tersebut.
Rancangan lain yang juga mulai melirik selera pasar global adalah gaun kebaya kreasi Joko SSP. Desainer yang malam itu memboyong tema Majesty of Love ikut mengeksplorasi kebaya dengan kombinasi batik tulis berbahan sutra, katun, dan kain lace. Dominansi warna hitam, merah, biru laut-fuschia mengisi delapan rancangannya.
Salah satu desain kreasi yang ditampilkan, tampil elegan dengan kebaya beledu hitam yang dibuat dengan potongan asimetris one shoulder. Rok panjang beraksen mekar yang mendampingi rancangan tersebut ikut tampak menawan dengan menampilkan motif burung yang disandingkan dengan motif parang.
Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mengakui keberadaan SBF yang tahun ini digelar untuk kali keenam itu berperan penting dalam mewarnai perkembangan industri fashion batik di Solo. “Di panggung ini corak batik klasik bisa tampil modern. Ini tantangan bagi desainer untuk bisa mengaplikasikannya dalam rancangan modern,” katanya saat membacakan pidato sambutan dari Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, yang malam itu berhalangan hadir.
Salah seorang penonton asal Solo, Annisa Sulistyowati, 24, mengutarakan SBF selalu menjadi acara tahunan yang ia nantikan lantaran memberikan kesan dan pengalaman berbeda di setiap acaranya. “Tahun ini saya kira sudah cukup bagus. Model busananya juga fresh dan menampilkan kebaruan,” ujarnya di sela acara.
SUMBER
Busana rancangan Agus Bridal, Andreas Haris, Joko SSP, Riani Batik, Ucok M. Sirait, Robin Karebet, Joko Widiarto, Owen Joe, Djongko Rahardjo, dan Batik Keris ditampilkan di malam pertama perhelatan bertema 24 Hours Style itu. Busana-busana itu diperagakan di pentas berlampion berwarna putih pelengkap dekorasi panggung berwarna senada.
Rancangan busana bertema kebaya mendominasi panggung peragaan busana hari pertama ajang gelar potensi dan kreasi fashion batik Kota Solo tersebut. Melalui busana-busana tersebut tampak para desainer berusaha keras membasuh klasik dan kuno, lalu mengubahnya dengan cita rasa global.
Pada karya-karya desainer Ucok M. Sirait yang dilabeli tajuk Mix Max misalnya, kain batik bermotif lereng dan parang disandingkan dengan kebaya berpotongan memeluk tubuh. Ucok juga mencoba kreatif mengolah material lain, seperti lurik, beledu, tule, hingga brokelat.
Satu dari delapan rancangan Ucok menampilkan kreasi gaun bustier dengan belahan tinggi di bagian kaki, yang memanfaatkan material tenun berwarna cokelat tua dan merah marun. Kain batik bermotif flora menjadi aksen ekor yang manis. Sebagai sentuhan akhir, sebuah kebaya brokelat panjang berwarna cokelat dan berhias payet, menjadi pelapis gaun kebaya tersebut.
Rancangan lain yang juga mulai melirik selera pasar global adalah gaun kebaya kreasi Joko SSP. Desainer yang malam itu memboyong tema Majesty of Love ikut mengeksplorasi kebaya dengan kombinasi batik tulis berbahan sutra, katun, dan kain lace. Dominansi warna hitam, merah, biru laut-fuschia mengisi delapan rancangannya.
Salah satu desain kreasi yang ditampilkan, tampil elegan dengan kebaya beledu hitam yang dibuat dengan potongan asimetris one shoulder. Rok panjang beraksen mekar yang mendampingi rancangan tersebut ikut tampak menawan dengan menampilkan motif burung yang disandingkan dengan motif parang.
Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mengakui keberadaan SBF yang tahun ini digelar untuk kali keenam itu berperan penting dalam mewarnai perkembangan industri fashion batik di Solo. “Di panggung ini corak batik klasik bisa tampil modern. Ini tantangan bagi desainer untuk bisa mengaplikasikannya dalam rancangan modern,” katanya saat membacakan pidato sambutan dari Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, yang malam itu berhalangan hadir.
Salah seorang penonton asal Solo, Annisa Sulistyowati, 24, mengutarakan SBF selalu menjadi acara tahunan yang ia nantikan lantaran memberikan kesan dan pengalaman berbeda di setiap acaranya. “Tahun ini saya kira sudah cukup bagus. Model busananya juga fresh dan menampilkan kebaruan,” ujarnya di sela acara.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar